Friday, October 16, 2009

Gara-Gara Tidak Menggunakan Jilbab, Qory Terancam Batal Ikut Putri Indonesia

Begitu tingginya masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dalam menjunjung nilai syariat islam, mengapa tidak??????
Sebagai contoh yaitu kasus Qory Sandioriva, gara-gara tidak memakai jilbab pada Pemilihan Putri Indonesia beberapa waktu lalu, kini dia terancam batal ikut PPI lagi....

Dalam aksinya yang berlangsung, Kamis (15/10) di Kantor Gubernur Aceh, mereka mengecam tindakan Pemerintah Aceh yang telah memberikan rekomendasi kepada Qory dalam keikutsertaannya pada ajang Pemilihan Puteri Indonesia (PPI) 2009 beberapa waktu lalu. “Pemberian izin ini telah berbuntut pada keruntuhan marwah Aceh sebagai negeri penegak Syariat Islam,” ujar Faisal, Koordinator Aksi.

 Presiden Mahasiswa Unsyiah, Mujiburrahman mengatakan, di satu segi sepertinya ada korelasi antara penundaan pengesahan Qanun Jinayat beberapa waktu lalu dengan penunjukan wakil Aceh pada Pemilihan Putri Indonesia tersebut. “Bagaimana tidak, saat itu Gubernur Aceh Irwandi Yusuf enggan untuk menandatangani Qanun Jinayat tersebut, justru dia memberi izin kepada Qory Sandioriva menjadi wakil Aceh di ajang Putri Indonesia,” kata Muji.

Karena itu, pihaknya meminta dengan tegas kepada Pemerintah Aceh untuk segera mengeluarkan pernyataan resmi kepada panitia PPI, media local, serta media nasional perihal pembatalan rekomendasi dari Pemerintah Aceh terhadap gelar Putri Indonesia yang disematkan pada Qory karena telah dianggap mencoreng Syariat Islam dan adat istiadat Aceh.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Mirzan Fuadi yang mewakili Pemerintah Aceh mengungkapkan, proses awal Qory Sandioriva menjadi wakil Aceh di ajang PPI adalah datangnya surat dari panitia ajang tersebut yang meminta Qory ikut PPI. “Proses seleksinya dilakukan di Jakarta, dan Qory sempat beraudiensi dengan Gubernur Aceh. Selanjutnya gubernur memberikan rekomendasi kepada pihak kami kepada Qory untuk bisa ikut ajang tersebut namun dengan catatan, dia tidak melanggar Syariat Islam dan adat istiadat serta menjunjung tinggi harkat dan martabat orang Aceh,” ujar Mirzan.[003]