Monday, December 21, 2009

Mengenang Bireuen Sebagai Ibukota RI


Walau cuma seminggu, Bireuen pernah menjadi ibukota RI yang ketiga setelah Yogyakarta jatuh ke tangan penjajah dalam agresi kedua Belanda. Namun sayangnya fakta sejarah itu tidak tercatat dalam sejarah kemerdekaan RI. Sebuah benang merah sejarah yang terputus


Kemeriahan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) kemerdekaan RI ke 63 masih terasa di Kabupaten Bireuen sampai sekarang. Umbul-umbul, spanduk, dan baliho masih terpasang di jalan-jalan. Nuansa merah putih masih kita jumpai dimana-mana. Baik di pertokoan, rumah penduduk, maupun di kantorkantor milik pemerintah. Tak terkecuali di Meuligoe atau Pendopo Bupati Bireuen. Di tempat tinggal sekaligus kantor Bupati Bireuen, Drs. Nurdin Abdul Rahman, itu juga masih “terbalut” kain merah putih sampai
sekarang. Sekilas, tidak ada yang terlalu istimewa di Pendopo Bupati Kabupaten Bireuen tersebut. Hanya sebuah bangunan semi permanen yang berarsitektur rumah adat Aceh.


Namun siapa nyana, dibalik bangunan tua itu tersimpan sejarah perjuangan kemerdekaan RI yang tidak boleh dilupakan begitu saja. Malah, di sana pernah menjadi tempat pengasingan presiden Soekarno. Kedatangan presiden pertama RI itu ke Bireuen memang sangat fenomenal. Waktu itu, tahun 1948, Belanda melancarkan agresi keduanya terhadap Yogyakarta. Dalamwaktu sekejap ibukota RI kedua itu jatuh dan dikuasai Belanda. Presiden pertama Soekarno yang ketika itu berdomisili dan mengendalikan pemerintahan di sana pun harus kalang kabut. Tidak ada pilihan lain, presiden Soekarno terpaksa mengasingkan diri ke Aceh. Tepatnya di Bireuen, yang relatif aman. Soekarno hijrah ke Bireuen dengan menumpang pesawat udara Dakota. Pesawat udara khusus yang dipiloti Teuku Iskandar itu, mendarat dengan mulus di lapangan terbang sipil Cot Gapu pada Juni 1948.

File Lengkapnya....