Source: kisahsejarah.id |
Pemerintah kerajaan Pasai berlangsung selama 435 tahun, dengan 18 orang sultan, dimulai dari Sultan Al-Malik Ibrahim Ibnu Makhdum yang memerintah pada tahun 388 H, hingga Sultan Al-Malik Shabarsyah yang merupakan Raja Pasai terakhir yang masa jabatannya berakhir pada tahun 423 H (144 M).
Perlu dicatat, bahwa pada waktu kerajaan Pasai sedang
meningkat dan berkembang,saat itu di Timur Tengah sedang
berkobar “Perang Salib” (Crusades, huruf as-Salibiyah). Perang
salib ini berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama,
yakni sekitar 200 tahun. Mulai tahun 1095 hingga tahun 1270
M, secara gelombang demi gelombang, berlangsung selama 8
kali. Hal ini tak lain disebabkan karena orang Kristen di seluruh
Eropa bergabung menjadi satu kesatuan di bawah pimpinan
raja-raja mereka, di bawah satu komando menyerbu Timur
Tengah dan merebut Masjidil Aqsa di daerah Palestina
sekaligus menguasai wilayah itu dan daerah sekitarnya.
Melihat orang-orang Kristen Eropa mengobarkan
semangat perang dan begitu kuatnya solidaritas antara
mereka untuk menyerbu Timur Tengah maka orang-orang
Islam pun tak mau kalah, mereka melakukan hal yang sama di
benua timur. Armada laut Inggris dan Spanyol selama perang
salib itu mengambil peran aktif di laut, maka armada laut
kerajaan Fathimiyah di Mesir pun juga mengambil peranan
aktif dalam mengadakan mobilisasi perang untuk
mengimbangi kekuatan mereka. Tak heran bila seorang
laksamana laut Mesir bernama Nazimuddin Al-Kamil dengan
armada lautnya bergerak menyinggahi negri-negri di Timur
untuk mengorbankan semangat jihad fi sabilillah, dikalangan
kaum muslimin Asia dalam menghadapi serbuan mereka.
Dalam pelayarannya itu ia sampai ke pantai Sumatra.
Dan sudah barang tentu, demi solidaritas Islam dan
dikarenakan Masjidil Aqsha tanah suci Islam yang ke-3 berada
dalam kepungan angkatan perang salib, ia mengambil peranan
penting untuk ikut menyelamatkannya.
Seperti telah diketahui bahwa Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi pada tahun 1168 M telah memegang komando perang
dalam menghadapi perang salib. Dan ia telah menata struktur
pemerintahannya berdasarkan mazhab Syafi’I dalam nilai-nilai
hukum dan berdasarkan Ahli Sunnah wal Jama’ah dalam
aqidah imaniyah selama 25 tahun pemerintahannya di Mesir.
Karena itulah semua ahli sejarah telah mengakui hal ini.
Oleh dunia Barat beliau disebut sebagai pakar perang
salib dan merupakan lambang supremasi atau keagungan
dunia Timur pada umumnya dan dunia Islam pada khususnya.
Karena itulah kerajaan Pasai mengikuti sistem
pemerintahannya dalam aliran mazhab Syafi’i dan ahlusunnah wal jama’ah. Bahkan juga kerajaan-kerajaan Islam sesudah
Pasai seperti Perlak, Demak, Mataram, Kalimantan, Sulawesi
dan Maluku, sampai-sampai pada kerajaan-kerajaan kecil
sesudahnya, semua mengikuti pola kerajaan Pasai.